Jadi orang tua emang gampang-gampang susah....buat yang belum pernah ngrasain mungkin gak akan pernah bisa ngebayangin gimana rasanya jadi orang tua. Bagaiman saat menghadapi anak yang sulit diatur, anak rewel, susah makan, anak yang tidak bisa diam, dan banyak banget prilaku anak-anak yang gak bisa disebutin satu-satu.
Dalam usia anak (2-12 tahun), emosi adalah hal yang paling mendominasi dalam prilakunya. Akan tetapi emosi dapat terkendali jika orang tua mampu mengajarkan anak untuk bisa mengungkapkan keinginannya dengan benar.
Melakukan aktivitas tanpa melibatkan emosi sama dengan "mustahil". Karena emosi adalah pemberian Sang Pencipta yang tersedia satu paket dengan akal dan fisik. Emosi juga merupakan tampilan dari jiwa atau ruh seseorang.
Saat Emosi tak Terkendali
Sesungguhnya seorang anak memiliki naluri sama seperti orang dewasa. Seorang anak juga memiliki keinginan dan ia akan melakukan segala hal agar keinginannya terpenuhi, entah yang dilakukannya itu pantas atau tidak menurut orang dewasa. Asalkan keinginannya tercapai ia tak akan sungkan menangis meraung-raung di tempat umum, atau ia akan melempari semua mainannya ke luar agar mama mau membelikannya es krim atau permen.
Emosi anak yang tak terkendali menandakan penanganan kurang tepat pada anak. Ada orang tua yang beranggapan bahwa mendidik anak harus keras, agar orang tua tak dilecehkan anak. orang tua sebagai pusat komando, tanpa perlu meminta pendapat anak dalam segala hal. Selain itu ada orangtua yang terlalu menuruti semua keinginan anak. Apapun itu pasti ada untuk anak, tanpa memperdulikan apakah barang yang diinginkan itu bermanfaat atau tidak, perlu atau tidak, asal anak senang maka semua akan terkabul. Jadi orang tua mana yang tepat penanganannya??
Kedua strategi tersebut dapat lebih baik dalam menangani emosi anak jika dikombinasikan, artinya hendaknya orang tua mengajarkan kepada anak untuk selalu mengungkapkan keinginannya, perasannya. Tetapi orang tua harus tetap sebagai pemeran utama dalam keluarga dengan mengendalikan emosi anak, dengan kedisiplinan, ketertiban tetapi tidak meninggalkan kelembutan dan kasih sayang pada anak.
Kecerdasan emosional Anak
Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan, serta kemampuan anak untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi.
Agar anak mengalami peningkatan pada kecerdasan emosinya, orang tua harus berperan aktif dalam mendidik buah hati. Yang harus dilakukan :
Dalam usia anak (2-12 tahun), emosi adalah hal yang paling mendominasi dalam prilakunya. Akan tetapi emosi dapat terkendali jika orang tua mampu mengajarkan anak untuk bisa mengungkapkan keinginannya dengan benar.
Melakukan aktivitas tanpa melibatkan emosi sama dengan "mustahil". Karena emosi adalah pemberian Sang Pencipta yang tersedia satu paket dengan akal dan fisik. Emosi juga merupakan tampilan dari jiwa atau ruh seseorang.
Saat Emosi tak Terkendali
Sesungguhnya seorang anak memiliki naluri sama seperti orang dewasa. Seorang anak juga memiliki keinginan dan ia akan melakukan segala hal agar keinginannya terpenuhi, entah yang dilakukannya itu pantas atau tidak menurut orang dewasa. Asalkan keinginannya tercapai ia tak akan sungkan menangis meraung-raung di tempat umum, atau ia akan melempari semua mainannya ke luar agar mama mau membelikannya es krim atau permen.
Emosi anak yang tak terkendali menandakan penanganan kurang tepat pada anak. Ada orang tua yang beranggapan bahwa mendidik anak harus keras, agar orang tua tak dilecehkan anak. orang tua sebagai pusat komando, tanpa perlu meminta pendapat anak dalam segala hal. Selain itu ada orangtua yang terlalu menuruti semua keinginan anak. Apapun itu pasti ada untuk anak, tanpa memperdulikan apakah barang yang diinginkan itu bermanfaat atau tidak, perlu atau tidak, asal anak senang maka semua akan terkabul. Jadi orang tua mana yang tepat penanganannya??
Kedua strategi tersebut dapat lebih baik dalam menangani emosi anak jika dikombinasikan, artinya hendaknya orang tua mengajarkan kepada anak untuk selalu mengungkapkan keinginannya, perasannya. Tetapi orang tua harus tetap sebagai pemeran utama dalam keluarga dengan mengendalikan emosi anak, dengan kedisiplinan, ketertiban tetapi tidak meninggalkan kelembutan dan kasih sayang pada anak.
Kecerdasan emosional Anak
Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan, serta kemampuan anak untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi.
Agar anak mengalami peningkatan pada kecerdasan emosinya, orang tua harus berperan aktif dalam mendidik buah hati. Yang harus dilakukan :
- Lakukan komunukasi dua arah dengan anak, ajarkan anak untuk mengungkapkan perasaan dan keinginannya.
- Ciptakan suasana rumah yang menyenangkan, dengan kasih sayang, kelembutan saling memberi motivasi antara orang tua kepada anak dan sebaliknya.
- Jadilah pendengar baik saat anak menceritakan pengalaman yang ia temui setiap harinya.
- Luangkan waktu bersama anak meslipun hanya sebentar, utamakan kualitas dalam pertemuan itu bukan kuantitas.
Menurut Steve Biddulph bahwa, "Anak yang sedang merajuk sebetulnya memojokkan kita sampai akhirnya diberikanlah perlakuan istimewa, lalu dengan berat hati kita penuhi permintaan mereka".
Biasanya lantas orang tua memberikan perlakuan istimewa pada anak dengan memenuhi keinginan mereka, misal membeli boneka. Tetapi perlakuan istimewa itu tidak akan bertahan lama untuk bisa mengendalikan emosi anak, anak hanya akan lunak hatinya sementara saja dan lain waktu dia akan mengulangi hal yang sama jika rasa marah dan kecewa di hatinya muncul lagi karena keinginannya tak terkabul.
Ada beberapa contoh dan solusi :
Intinya, saat orang tua merasa tidak tega melepaskan dan meninggalkan anaknya untuk sekolah sendiri..sang anak juga merasakan itu. Darimana dia tahu? dari bahasa tubuh orang tua, ekspresi wajah. Misal ibu bilang :"Duh..gimana ya kalau kamu ditinggal ntar nangis." atau "Gak tega ah ninggal sekolah sendiri masih terlalu kecil".Nah para orang tua....kalau ingin anak mandiri saat di sekolah dan mengajarkan ia mengenal lingkungan barunya, biarkan ia untuk sementara bersama tenan dan guru di sekolah. Percayakan tanggung jawab kepada guru saat di sekolah, para guru pasti mampu mengawasi, menjaga, dan memberi pendidikan yang nak butuhkan, bahkan kasih sayang bisa mereka berikan kepada anak anda.
Catatan :
mengalihkan perhatian anak saat menangis boleh dilakukan untuk anak usia 2/3 tahun dengan bermain, untuk anak usia 7/8 tahun yang belum nyaman bersekolah dengan menunjukkan kegiatan menyenangkan di sekolah.
Akan tetapi terkadang mengalihkan perhatian anak saat ia menangis terkadang tidak efektif dan membuat anak merasa bahwa ia tidak perlu menyelesaikan masalah dengan tuntas. Sesekali biarkan ia menangis sampai tangisannya reda, kemudian setelah ia tenang ajak ia bercerita apa yang dirasakannya, atau apa yang ia inginkan agar anak juga belajar untuk mengungkapkan perasaannya pada kita.
Biasanya lantas orang tua memberikan perlakuan istimewa pada anak dengan memenuhi keinginan mereka, misal membeli boneka. Tetapi perlakuan istimewa itu tidak akan bertahan lama untuk bisa mengendalikan emosi anak, anak hanya akan lunak hatinya sementara saja dan lain waktu dia akan mengulangi hal yang sama jika rasa marah dan kecewa di hatinya muncul lagi karena keinginannya tak terkabul.
Ada beberapa contoh dan solusi :
- Anak menangis karena ditinggal sekolah sendiri oleh orang tua : (tega meniggalkan anak sekolah sendiri)
Intinya, saat orang tua merasa tidak tega melepaskan dan meninggalkan anaknya untuk sekolah sendiri..sang anak juga merasakan itu. Darimana dia tahu? dari bahasa tubuh orang tua, ekspresi wajah. Misal ibu bilang :"Duh..gimana ya kalau kamu ditinggal ntar nangis." atau "Gak tega ah ninggal sekolah sendiri masih terlalu kecil".Nah para orang tua....kalau ingin anak mandiri saat di sekolah dan mengajarkan ia mengenal lingkungan barunya, biarkan ia untuk sementara bersama tenan dan guru di sekolah. Percayakan tanggung jawab kepada guru saat di sekolah, para guru pasti mampu mengawasi, menjaga, dan memberi pendidikan yang nak butuhkan, bahkan kasih sayang bisa mereka berikan kepada anak anda.
- Mengajak bermain
Catatan :
mengalihkan perhatian anak saat menangis boleh dilakukan untuk anak usia 2/3 tahun dengan bermain, untuk anak usia 7/8 tahun yang belum nyaman bersekolah dengan menunjukkan kegiatan menyenangkan di sekolah.
Akan tetapi terkadang mengalihkan perhatian anak saat ia menangis terkadang tidak efektif dan membuat anak merasa bahwa ia tidak perlu menyelesaikan masalah dengan tuntas. Sesekali biarkan ia menangis sampai tangisannya reda, kemudian setelah ia tenang ajak ia bercerita apa yang dirasakannya, atau apa yang ia inginkan agar anak juga belajar untuk mengungkapkan perasaannya pada kita.
- Mendengarkan dengan bijak
Saat sang anak menangis meronta-ronta karena suatu sebab ataupun tanpa sebab yang kita ketahui ada beberapa cara yang harus dilakukan :
- menjaga anak saat menangis, dengan menyingkirkan benda-benda berbahaya yang dapat melukainya.
- Memegangi anak saat ia meronta-ronta namun tetap tidak membuatnya kesakitan saat dipegang'
- Menjadi pendengar yang baik saat anak menangis, dan renggangkan pegangan saat ia sudah tidak meronta-ronta.
- Saat ia sudah berhenti menangis, dan tampak sudah tenang (mungkin butuh beberapa lama buat beberapa anak), kemudian coba tanyakan "Kenapa kamu menangis..?"
Suatu contoh, ada seorang anak sebut Riki dia tidak pernah bisa tidak menangis saat berkumpul bersama teman-teman barunya di sekolah barunya. Padahal semua temannya sudah merasa nyaman setelah beberapa hari sekolah, tetapi Riki tidak. Keadaan ini semakin parah saat beberapa teman Riki mengolok-ngoloknya "Iih...Riki kamu kok kamu udah besar nangis terus." atau Riki selalu menangis saat guru menyuruhnya untuk melakukan aktivitas di sekolah, dan temannya selalu bilang "kamu penakut Riki....kok kalah sama aku."
Tetapi dengan kesigapan guru melihat peristiwa tersebut, akhirnya sang guru berusaha untuk terus menyemangati Riki setiap ia melakukan aktivitas yang ditugaskan kepadanya, seperti "Ayo Riki..kamu pasti bisa..", "Go..go...Riki hebat"...hal itu juga menularkan semangat ke anak lainnya yang juga akhirnya mau menyemangati Riki. Alhasil Riki tidak pernah menangis lagi di sekolah saat berkumpul bersama teman-temannya, dan selalu semangat saat disuruh guru mengerjakan aktivitasnya.
Dear..pembaca segini dulu deh tulisanku,tapi tunggu kelanjutannya...to be continued...
- menjaga anak saat menangis, dengan menyingkirkan benda-benda berbahaya yang dapat melukainya.
- Memegangi anak saat ia meronta-ronta namun tetap tidak membuatnya kesakitan saat dipegang'
- Menjadi pendengar yang baik saat anak menangis, dan renggangkan pegangan saat ia sudah tidak meronta-ronta.
- Saat ia sudah berhenti menangis, dan tampak sudah tenang (mungkin butuh beberapa lama buat beberapa anak), kemudian coba tanyakan "Kenapa kamu menangis..?"
- Membuat aturan
- Memberikan Pujian dan kata-kata positif
Suatu contoh, ada seorang anak sebut Riki dia tidak pernah bisa tidak menangis saat berkumpul bersama teman-teman barunya di sekolah barunya. Padahal semua temannya sudah merasa nyaman setelah beberapa hari sekolah, tetapi Riki tidak. Keadaan ini semakin parah saat beberapa teman Riki mengolok-ngoloknya "Iih...Riki kamu kok kamu udah besar nangis terus." atau Riki selalu menangis saat guru menyuruhnya untuk melakukan aktivitas di sekolah, dan temannya selalu bilang "kamu penakut Riki....kok kalah sama aku."
Tetapi dengan kesigapan guru melihat peristiwa tersebut, akhirnya sang guru berusaha untuk terus menyemangati Riki setiap ia melakukan aktivitas yang ditugaskan kepadanya, seperti "Ayo Riki..kamu pasti bisa..", "Go..go...Riki hebat"...hal itu juga menularkan semangat ke anak lainnya yang juga akhirnya mau menyemangati Riki. Alhasil Riki tidak pernah menangis lagi di sekolah saat berkumpul bersama teman-temannya, dan selalu semangat saat disuruh guru mengerjakan aktivitasnya.
Dear..pembaca segini dulu deh tulisanku,tapi tunggu kelanjutannya...to be continued...
dimanapun mereka....tawa mereka bikin kita bahagia |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar